KEKERASAN Dalam Pacaran??
Istilah kerennya, sih dating violence. Sebenernya sih banyak terjadi di
sekitar kita, tapi, masih sedikit orang yang ngerti persoalan ini. Maka, kita
kudu en mesti tau beberapa hal supaya bisa mengambil tindakan jika mengalaminya
or buat ngebantuin teman yang menjadi korban. Pengen tau lebih banyak?terusin
aja deh bacanya.
1. Kekerasan dalam pacaran? Ada enggak sih?
Yup! Kekerasan dalam pacaran emang ada. Namun, kebanyakan saat sedang jatuh
cinta, kita menganggap bahwa pacar kita adalah segalanya dan membuat kita rela
diperlakukan atau melakukan apapun demi si dia. Tahu enggak? cemburu
berlebihan, membentak, memaki, memukul, menampar, itu semua bukan bentuk rasa
cinta, tapi kekerasan.
Kalau bingung membedakan antara kekerasan dengan cinta, berarti kita sudah
dibutakan oleh cinta. Untuk membedakannya, ingatlah bahwa cinta itu lemah
lembut, sabar, rendah hati, penuh kasih; dan tidak ada kekerasan dalam cinta.
2. Apa aja sih bentuk kekerasan dalam pacaran?
a. Kekerasan fisik
Misalnya memukul, menendang, menjambak rambut, mendorong, menampar,
menonjok, mencekik, menganiaya bagian tubuh, menyundut dengan rokok, , memaksa
kita ke tempat yang membahayakan keselamatan diri kita.
Jangan didiamkan begitu saja jika menjadi korban, non. Banyak lho, di
Indonesia kasus-kasus kekerasan dalam pacaran yang awalnya berupa penganiayaan
fisik, kemudian berakhir tragis dengan pembunuhan.
b. Kekerasan seksual
Bentuknya bisa berupa rabaan, ciuman, sentuhan yang tidak kita kehendaki,
pelecehan seksual, memaksa kita untuk melakukan hubungan seks dengan beribu
satu alasan tanpa persetujuan kita, apalagi dengan ancaman akan meninggalkan,
atau akan menganiaya kita.
c. Kekerasan emosional
Berupa cacian, makian, umpatan, hinaan, menjadikan kita bahan olok-olok dan
tertawaan ataupun menyebut kita dengan julukan yang bikin sakit hati, cemburu
berlebihan, ngelarang en ngebatesin aktivitas kita, ngelarang kita berdandan,
ngebatesin kita bergaul dengan siapa, larangan bertegur sapa atau ramah dengan
orang lain serta memeras.
Bentuk kekerasan ini banyak terjadi, namun tidak kelihatan dan jarang
disadari, termasuk oleh korbannya sendiri. Pada intinya, kekerasan emosional
ini akan menimbulkan perasaan tertekan, tidak bebas dan tidak nyaman pada
korbannya.
3. Waspada terhadap mitos yang menyesatkan
Mitos adalah pandangan or keyakinan masyarakat tentang suatu hal. Biasanya,
kalo sohib, ortu, eyang dll ngomong tentang suatu hal kita pasti langsung
percaya. Padahal, ada beberapa mitos yang belum tentu bener, bahkan kadang
menyesatkan. Coba simak deh:
Salah (mitos):
Mitos bahwa cemburu maupun kekerasan dari pacar adalah bentuk perhatian doi ke
kita en tanda k’lo dia cinta banget.
Yang bener:
Itu bukan bukti cinta, non, tetapi upaya mengontrol serta membatasi agar kita
patuh, tunduk dan selalu menuruti kemauan pacar.
Salah nih (mitos):
Bahwa korban kekerasan juga punya andil dan memancing pelaku. Jadi, korban
sendirilah yang menyebabkan kekerasan itu.
Sebenernya sih…:
Pelaku akan tetap melakukan kekerasan meski korban tidak melakukan apapun.
Dengan menyalahkan korban, si pelaku berupaya membela diri dan melemparkan
kesalahannya.
Salah:
Kalau si dia sudah minta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi lagi, maka
korban sudah ‘aman’ dan pacar kita bener-bener ga’ akan ngulangin perbuatannya
lagi.
Nyang Bener:
Kekerasan umumnya terjadi seperti siklus atau lingkaran yang akan terus kembali
pada pola lamanya. Sesudah melakukan kekerasan pelaku sering meminta maaf dan
berjanji tak akan mengulangi lagi. Tapi kita kudu waspada karena janji-janji
itu sulit dipercaya.
Salah abis:
Setelah melakukan kekerasan terhadap kita, si dia akan semakin mesra.
Bener:
Wah..pandangan seperti ini sangat menyesatkan dan keliru abis. Kalau
dipikir-pikir bakalan lebih banyak kekerasan yang dialami dibandingkan hepi-nya.
Salah:
Kalau pacar sudah janji mau bertanggungjawab sebelum melakukan hubungan
seksual, maka kita akan baik-baik aja, en do’i pasti nepatin janjinya.
Yang Benernya...:
Hati-hati dengan janji-janji manis dan rayuan ‘maut’ yang dilontarkan laki-laki
saat memaksa berhubungan seksual. Karena sudah banyak kasus perempuan yang
akhirnya ditinggalkan pasangannya setelah ia dinodai bahkan sampai hamil di
luar nikah.
Salah lagi…
Setelah punya pacar, maka pasangan kita berhak melakukan apa saja, karena kita
sudah menjadi miliknya.
Bener deh
Wah…nggak la yauww….Tak seorangpun berhak atas diri kita, selain kita sendiri.
Pacar dan suami kita pun tidak berhak memperlakukan kita seenaknya.
4. Apa yang Harus Dilakukan Jika Menjadi korban
Kita berhak atas tubuh dan jiwa kita, tak seorangpun berhak menganggu-gugat.
Meski saling cinta, tidak berarti pasangan boleh bertindak semau gue
terhadap kita.
Harus berani menolak dan berkata ‘TIDAK’ jika si dia mulai melakukan
kekerasan.
Hati-hati terhadap rayuan dan janji-janji manis si dia. Jika terjadi
pemaksaan hubungan seksual, si dia bisa aja berdalih bahwa hal itu dilakukan
suka sama suka.
Jika ada perjanjian, buatlah secara tertulis dengan dibubuhi materai dan
disertai saksi.
Jika menjadi korban, kita berhak kok, merasa marah, kuatir dan merasa
terhina.
Laporkan ke polisi atau pihak berwenang lain, jika mengalami kekerasan.
Mintalah Lembaga Bantuan Hukum untuk mendampingi.
5. Siapapun pelaku kekerasan dapat dihukum
Sedekat apapun hubungan kita dengan si pelaku kekerasan, ia tetap dapat
dihukum, maka segeralah melapor ke kepolisian jika menjadi korban.
Jangan kawatir, sudah ada kok pasal-pasal yang bisa diterapkan misalnya:
ps.351-358 KUHP untuk penganiayaan fisik, pasal 289-296 tentang pencabulan jika
kita mengalami pelecehan seksual, pasal 281-283, pasal 532-533 untuk kejahatan
terhadap kesopanan, dan pasal 286-288 untuk persetubuhan dengan perempuan di
bawah umur
6. Jika harus ke Pengadilan
HARUS SIAP MENTAL saat berhadapan dengan aparat kepolisian atau pengadilan
yang kebanyakan laki-laki.
JANGAN KAGET kalo mereka melontarkan pertanyaan yang bisa bikin kuping
‘merah’, bikin malu, membuat kita mo marah, nangis, ngeluarin komentar bernada
menghina, terutama dari petugas atau pengacara lawan. Misalnya: kita yang
dianggap ‘memancing’ pelaku, atau justru dianggap tidak bermoral dan bukan
perempuan baik-baik, de-es-be.
TETAP BERTAHAN! Seringkali, pelaku bisa bebas dari hukuman karena korban
takut mengadu ke polisi, apalagi meneruskan kasusnya ke pengadilan
HUBUNGI en terus berkomunikasi dengan sohib, individu atau organisasi yang
peduli dengan masalah kekerasan terhadap anak dan perempuan.
Buat yang tinggal di Jakarta, bisa menghubungi: LBH APIK (021-87797289),
Mitra Perempuan (8298421), Kalyanamitra (7902109), SIKAP (3917760). Di Yogya
ada: Rifka Annisa (0274-518720) LSPPA (374813), dan Savy Amira di Surabaya
(031-8706255)
INGAT, TAK SEORANGPUN BERHAK MENJADIKAN KITA OBJEK KEKERASAN
Sumber: LBH APIK
Disampaikan oleh :
Widianis Indranata, SH
Suami dari Seorang Perempuan.
Staff Pelayanan Hukum LBH APIK Jakarta.
=============================================================
HAPUSKAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK
HAPUSKAN SEGALA BENTUK KRIMINALISASI TERHADAP TUBUH PEREMPUAN
Sumber gambar : google (http://www.jawaban.com/index.php/spiritual/detail/id/80/news/100419135644/limit/0/Kekerasan-Dalam-Pacaran-Yang-Benar-Aja.html)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar